Laman

20 Apr 2013

Semangat Bergerak Ibu Rumah Tangga!


Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Beberapa hari sebelum menikah, saya mengajukan surat pengunduran diri di tempat saya bekerja karena suami menginginkan saya sepenuhnya di rumah. Saya belajar menjadi istri yang baik dan bersiap menjadi guru pertama bagi anak kami kelak. Agak sulit memang, tipe orang yang suka bekerja bahkan sering lembur, tiba-tiba harus mengurus rumah. Sempat saya utarakan niat saya untuk kembali bekerja, "Bukankah pisau yang tidak digunakan akan lebih mudah berkarat?" bujuk saya pada suami. Namun hal itu rupanya tidak berdampak apa-apa. Ya, saya tetap "berdiam" di rumah. 

Diam itu emas, namun diam adalah option kedua, jika tidak bisa berbicara yang baik atau bermanfaat. Lain halnya dengan perbuatan. Apa jadinya jika wirausahawan di luar sana hanya diam saja? Bangkrut sudah pasti di depan mata.  

Jauh hari sebelum emansipasi menggema, istri-istri Rasulullah dan para shahabiyat pun tidak hanya berpangku tangan dan berdiam diri saja. Aisyah hanya di rumah, namun siapa yang lebih pintar darinya tentang Al-Qur'an? Tentang hal yang fardhu, sunnah, syar'i, yang paling banyak meriwayatkan hadist, sejarah Arab, ilmu nasab, bahkan ilmu kedokteran. Zainab binti Jahsy sangat santunnya terhadap para yatim dan para janda, ia bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian ia sedekahkan di jalan Allah. Shafiyyah binti Abdul Muththalib, adakah yang menghalanginya menjadi mujahidah dan penunggang kuda yang pemberani? Dalam sejarah, semua tokoh terabadikan karena mereka bergerak. Bahkan nyamuk pun, akan terbang kian kemari agar tangan kita tak sampai padanya. 

Lalu saya mulai menyadari, bukankah saya orang yang sama? Bekerja atau tidak, mengasah otak atau tidak, kemampuan dan ketrampilan saya tetaplah sama. Bahkan bisa saja bertambah lantaran lebih banyak waktu luang. Mulailah saya membaca, belajar memasak, berbagi resep di blog yang saya buat pasca menikah, berjualan gamis dan yang tak kalah seru saya bisa berkreasi membuat sesuatu di rumah. Dari kardus bekas dan kertas kado atau origami, saya bisa menyulapnya menjadi tempat pensil, tempat kertas, meja mini, kotak P3K, tempat manset, pengingat jadwal, kantong uang bulanan, bahkan lemari mungil plus jahit hias dari tali rafia. Made in saya ini tentu sangat berbeda, bisa membantu menghemat, unik dan menjadi kepuasan tersendiri. Saking uliknya saya sama benda yang satu ini suami saya sampai berceletuk, "Nanti kalau anak kita lahir, bikin tempat tidurnya pake kardus aja ya." Hihi...

Suami saya adalah seorang guru sebuah pesantren di ujung kota Bogor. Sudah sewajarnya saya meringankan bebannya dengan membantu mengoreksi soal atau mempersiapkan ini dan itu untuk sekolah. Itu wujud perhatian saya terhadap suami. Pun begitu dengan orang lain, mungkin kita harus selalu peka terhadap suasana dan menangkap seluruh peluang yang mungkin bisa kita lakukan. Misalnya saja teman saya yang sama-sama sedang hamil, saya mengajaknya bertukar makanan sehat setiap sepekan. Karena saya kurang rajin untuk membuat makanan atau makan ini dan itu, manakala ada bayi lain yang harus dipikirkan, tentu akan menambah semangat dalam rangka memperbanyak konsumsi makanan sehat, selain itu bayi diajarkan untuk berbagi sesama saudara sejak dini :-) 

Jika anda menyadari betapa besar potensi diri, hal yang tidak mungkin bisa saja menjadi mungkin. Tengoklah kepada diri anda sendiri, lalu carilah apa yang bisa anda lakukan dan tidak semua orang bisa melakukannya. Misalnya saja menjahit, memasak dengan enak, dll. Itulah yang membedakan anda dengan yang lain. Suami anda memilih anda, bukan yang lain, berarti ada sesuatu yang anda miliki yang sangat berbeda. Ya, mungkin itu bisa membantu mengingatkan anda tentang betapa potesialnya anda. Selain itu, jangan malu untuk belajar pada orang lain. Suatu waktu lihatlah seorang berikut anak-anaknya yang sukses di mata anda, tidakkah anda tergelitik untuk menelisik apa rahasia istri beliau sehingga suami dan anak-anaknya sukses?

Orang bijak mengatakan, "Hidup sukses, bebas dari kesia-siaan." Dari contoh kecil di atas, tentu masih banyak yang bisa kita lakukan menyesuaikan keadaan dan kemampuan kita dalam upaya kita untuk terhindar dari kesia-siaan. Misalnya saja tersenyum atau memberi sekedar makanan kepada tetangga kita. Berkebun di pekarangan, menempel stiker doa-doa di pintu atau cermin agar kita tak lupa untuk selalu memohon perlindungan-Nya sebelum melakukan aktifitas. Mengumpulkan anak-anak kecil dan mengajari mereka mengaji. Memilih satu hari sebagai English Day juga bisa menjadi alternatif lain. Atau membuat lembaran mutabaah dalam rangka meningkatkan hafalan dan tilawah. Dalam hal ini, tentu saya masih harus banyak belajar karena saya masih baru dalam status saya sebagai seorang istri. 

Selain taat kepada suami dan menunaikan haknya sebagai upaya kita mendapat pahala jihad, masih banyak yang bisa kita gali dan kita lakukan. Ya, asalkan kita peka terhadap lingkungan dan tangkap ketika ide itu datang. Yakinlah pisau itu tak akan berkarat. Jika tak ada daging untuk di iris, bukankah masih bisa kita gunakan pisau untuk memotong sayur? Maka mulailah bekerja. Seperti yang ustadz Anis Matta sampaikan, bekerja dengan cinta. Maka mari kita sapu dan bersihkan rumah kita dengan cinta, melayani suami, memasak, mencuci dan berkarya dengan cinta. Jangan biarkan diam menguasai kita.

Diam berarti membiarkan waktu berlalu tanpa arti. Padahal kewajiban kita terhadap waktu adalah memanfaatkannya sebaik-sebaiknya. Alangkah pentingnya waktu ini, sampai Allah menurunkan ayat 'Demi Masa.' Dalam ayat lain, bukankah kita harus bergegas setelah kita selesai dengan satu urusan, "kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain" (94:7)

Namun sebagai manusia biasa, mungkin kita terkadang lalai. Ketika mungkin saat itu datang, tak ada yang lebih bijak kita lakukan selain memperbaiki diri dan menebar kebaikan. Karena bukankah amal yang ikhlas turut andil dalam mengurangi keburukan yang pernah kita lakukan? Maka segera bangkitlah jika terjatuh. Karena kalau tidak, tentu kita akan jauh tertinggal dengan yang lain. 

Bangkit dan teruslah bergerak, sebagaimana sepeda yang akan menjatuhkan kita bilamana kita berhenti mengayuhnya. Bergeraklah, hasilnya serahkan pada-Nya.

Semangat Bergerak!

Dekat pintu dapur, 20 April 2013

No comments:

Post a Comment