Laman

27 Feb 2013

Ceritaku : Ibu Tukang Sayur Keren

Di sekitar daerah tempat saya tinggal, sepengetahuan saya, sedikitnya ada 4 tukang sayur yang bisa diharapkan para ibu untuk menyiapkan makanan di rumah. Satu di antaranya bapak-bapak yang berjualan keliling pakai motor, maka hanya pagi-pagi setelah subuh saja ia stand-by di depan rumahnya sambil membunyikan sirine perihal kehadirannya kepada khalayak. Otet otet otet... Begitu bunyinya. Jadi kalau pagi-pagi malas keluar karena becek atau sayang melewatkan berita, ya wasalam.

Yang kedua, sebut saja ibu tukang sayur 2. Rumahnya tak jauh dari pesantren putri, dekat dengan lapangan. Lapangan ini tepat di belakang tempat tinggal saya. Tapi ibu ini tidak setiap hari pergi ke pasar, jadi sayurannya suka gak up to date.

Ketiga, mari kita menyebutnya ibu tukang sayur 3. Tidak ada yang salah, ia pergi ke pasar setiap hari. Tapi jaraknya itu lho, radius terbesar dalam peta pencarian bahan makanan saya.

Nah yang terkahir ini agak ekstrim, kita panggil ibu tukang sayur keren saja ya. Ibu ini sudah tidak muda lagi, pembeli juga sering memanggilnya Nek, atau Mpok Senah. Tapi saya lebih suka memanggilnya Bu saja. Tukang sayur keren ini tidak punya 'koloni' yang tetap. Ia berjualan keliling, menggendong barang dagangannya di belakang, sambil menjinjing, serta menaruh sebagian yang lain di kepalanya. Daerahnya tidak tetap, waktunya pun tak kalah acak. Dulu sewaktu saya baru pindah, ibu tukang sayur keren ini berkeliling dan berhenti di depan rumah sekitar jam 9 pagi. Tak lama berselang, ia berjualan di dekat toko di pinggir jalan raya, mulai jam 6 pagi. Di tempat yang sama, siang hari ia berjualan jajanan pasar seperti getuk, kue-kue dan lain-lain. Lain waktu, selepas suami saya pergi mengantar teman sebelum sholat jum'at, tiba-tiba ibu tukang sayur keren ini nongol. Oya, ibu itu, selalu mengakhiri akad jual beli dengan kata "Makasih yak!", untukku beliau sering bilang, "makasih ya neng!" hehe.

Ia sudah tua, namun semangatnya akan membuat kita berkaca dan akhirnya malu pada diri sendiri yang kadang masih membiarkan malas menghampiri. Pernah suatu pagi di hari libur di musim hujan, saya dan suami berpapasan dengannya saat pulang dari tukang bubur yang letaknya tak jauh dari pasar Prumpung. Dari kejauhan, yang nampak hanya badannya yang jauh dari kata gemuk. Setelah dekat, Masya Allah! Ibu tukang sayur keren ini nampak berlenggang dengan santai dengan sepatu botnya! Berjalan kaki ke arah pasar Prumpung.

Belakangan ibu tukang sayur keren suka mangkal di dekat pesantren putra yang terletak tak jauh dari jalan raya. Pagi-pagi sehabis subuh ia sudah menunggu pelanggan di pinggir jalan. Saya suka melihat-lihat sayurannya sekitar jam 6. Tapi suatu pagi, begitu membuka pintu hendak keluar rumah untuk menghampirinya, amboii.. Ibu tukang sayur keren ini sudah ada di depan rumah. Hmm benar-benar strategi dagang yang sangat rumit dan sulit dimengerti.

Bersamaan dengan itu pula datang ibu-ibu yang saya sendiri kurang paham asal usulnya.
"Lhahh di sini, orang mah pada nyariin di sono." Terang saja, pelanggan pasti banyak yang kecewa lantaran beliau absen mangkal. Karena sayuran yang ia jual lebih beragam dan harganya lumayan miring.

Tapi dengan entengnya si ibu tukang sayur menjawab,

"Yahh rejeki mah dimana aja..:"

Gubrakk!
Mpok Senah. Di bekakang nampak jalan raya gunung sindur yang sudah mulai ramai di pagi buta itu
;
Mpok Senah. Latar image : jalan menuju pesantren putra

No comments:

Post a Comment